Sabtu, 16 Maret 2013

Kecintaan Hamba Allah yang Sebenarnya

Junaid bin Muhammad al Baghdadi, atau lebih dikenal sebagai Junaid al Baghdadi adalah seorang ulama sufi yang dianggap sebagai para penghulu kaum auliya di jamannya, yakni pada abad ke 2 hijriah atau abad 9 masehi. Sejak masih kecil ia telah mendalami dan mempraktekkan kehidupan sufi di bawah bimbingan guru, yang juga pamannya sendiri, Sariy as Saqthi.
Suatu malam menjelang subuh, ketika tidur di rumah paman dan gurunya tersebut, Sariy as Saqthi membangunkannya dan berkata, “Wahai Junaid, bangunlah karena engkau akan memperoleh pelajaran sangat berharga malam ini…!!”
Kemudian Sariy as Saqthi menceritakan kalau ia bermimpi seolah-olah berhadapan dengan Allah, dan berkata kepadanya, “Wahai Sariy, ketika Aku menjadikan mahluk, maka mereka semua mengaku cinta kepada-Ku. Tetapi ketika Aku menciptakan dunia, maka larilah dari Aku sembilan dari sepuluh (90%-nya) kepada dunia, tinggallah satu dari sepuluh (10%-nya) saja yang tetap mengaku cinta kepada Aku…..!!”
Sariy melanjutkan ceritanya kepada Junaid, bahwa Allah menghadapkan Diri-Nya kepada hamba yang mencintai-Nya itu, yang tinggal sepuluh persennya. Kemudian Allah menciptakan surga, maka larilah sembilan dari sepuluh (90%-nya) untuk mengejar kenikmatan surga, tinggal satu dari sepuluh (10%-nya, atau seper-seratus dari seluruh mahluk) yang tetap berkhidmat dan mengaku tetap mencintai Allah, tidak tergiur surga dan kenikmatannya.
Allah menghadapkan Diri-Nya kepada hamba yang mencintai-Nya itu, yang tinggal sepuluh persen dari sisanya (seper-seratus dari seluruh mahluk). Kemudian Allah menciptakan neraka, maka larilah sembilan dari sepuluh (90%-nya) untuk menghindari pedihnya siksa neraka, tinggal satu dari sepuluh (10%-nya, atau seper-seribu dari seluruh mahluk) yang tetap berkhidmat dan mengaku tetap mencintai Allah. Tidak takut akan neraka dan kepedihan siksaan di dalamnya, tetapi hanya takut kepada Allah, yang dilandasi rasa cinta.
Allah menghadapkan Diri-Nya kepada hamba yang mencintai-Nya itu, yang tinggal sepuluh persen dari sisanya (seper-seribu dari seluruh mahluk). Kemudian Allah menciptakan atau menurunkan bala atau musibah, maka larilah sembilan dari sepuluh (90%-nya) untuk menghindari atau sibuk menghadapi musibah tersebut, tinggal satu dari sepuluh (10%-nya, atau seper-sepuluhribu dari seluruh mahluk) yang tetap berkhidmat dan mengaku tetap mencintai Allah. Tidak mau disibukkan dengan bala tersebut, dan menerimanya dengan tawakal yang dilandasi rasa cinta kepada Allah.
Maka Allah menghadapkan diri-Nya pada mereka yang tetap mengaku mencintai-Nya, yang tinggal seper-sepuluh ribu dari seluruh mahluk, dan berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian ini tidak tergiur dengan dunia, tidak terpikat dengan kenikmatan surga, tidak takut dengan siksaan neraka, dan tidak juga lari dari kepedihan bala musibah, apakah sebenarnya yang kalian inginkan??”
Tentu saja sebenarnya Allah telah mengetahui jawaban atau keinginan mereka, dan mereka itu memang hamba-hamba Allah yang ma’rifat (sangat mengenal) kepada-Nya. Maka mereka berkata, “Ya Allah, Engkau sangat mengetahui apa yang tersimpan pada hati kami!!”
Allah berfirman lagi, “Kalau memang demikian, maka Aku akan menuangkan bala ujian kepada kalian, yang bukit yang sangat besar-pun tidak akan mampu menanggungnya, apakah kalian akan sabar??”
Mereka yang memang hanya mencintai Allah itu berkata, “Ya Allah, apabila memang Engkau yang menguji, maka terserah kepada Engkau….!!”
Di akhir mimpinya itu, Allah berkata, “Wahai Sariy, mereka itulah hamba-hamba-Ku yang sebenarnya!!”

Note:hkm93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar