Suatu ketika terbersit pikiran
‘nyeleneh’ pada yang muda, ia berkata kepada temannya, “Kita telah sangat lama
menyembah api ini, maka marilah kita mencoba, apakah api ini akan menolong kita
atau tetap membakar kita sebagaimana ia membakar orang-orang yang tidak
menyembahnya. Jika ia tidak membakar, kita akan terus menyembahnya, tetapi jika
ia tetap membakar, maka apa gunanya kita tetap memujanya!!”
“Baiklah!!” Kata yang tua.
Yang muda berkata, “Engkau atau aku
yang akan mencoba!!”
“Engkau saja!!” Kata yang tua.
Yang muda mengulurkan tangannya ke
api yang menyala-nyala, dan tentu saja ia merasa panas terbakar. Reflek ia
menarik tangannya sambil menggerutu, “Tigapuluh lima tahun aku menyembahmu, tetapi tetap saja
engkau menyakitiku!!”
Kemudian ia berkata kepada temannya,
“Marilah kita cari Tuhan yang lain saja, yang seandainya kita berdosa dan
melalaikan perintah-Nya, Dia masih akan tetap mengampuni dan memaafkan
kesalahan kita!!”
“Baiklah!!” Kata yang tua.
Mereka berdua berjalan hingga tiba
di Kota Bashrah, dan menemukan sekumpulan orang yang tengah mendengarkan
pengajaran Malik bin Dinar. Mereka berdua membaur, mendengarkan pengajaran
tentang agama Islam tersebut. Tampak sekali yang muda sangat tertarik, dan ia
mengajak temannya untuk memeluk Islam. Tetapi yang tua berkata, “Tidak usahlah
aku memeluk Islam, aku telah sangat tua, dan umurku telah habis untuk menyembah
api. Kalaupun aku memeluk Islam, tentulah keluargaku, tetanggaku dan masyarakat
lainnya akan mencaci maki aku. Mereka pasti akan mengusir, aku akan kehilangan
segalanya dan menjadi gelandangan dunia!!”
Yang muda berkata, “Jangan
khawatirkan itu, caci-maki bisa berhenti, tetapi panasnya siksa api neraka akan
abadi!!”
Tetapi yang tua tidak perduli dengan
nasehatnya, dan ia tidak jadi meninggalkan agama Majusi. Mungkin ia takut
kehilangan segala kenikmatan dan kehormatan yang telah dirasakannya selama ini
jika memeluk agama Islam. Sebaliknya, lelaki yang lebih muda itu sangat
bersemangat untuk memeluk Islam. Setelah kembali ke rumahnya, ia segera
mengajak anak-anak dan istrinya memeluk Islam, dan mereka menyambutnya. Dengan
membawa bekal sekedarnya, mereka meninggalkan daerah itu menuju Bashrah,
langsung ke majelis pengajaran Malik bin Dinar. Setelah usainya majelis, lelaki
itu berdiri dan menceritakan pengalamannya, dan meminta dibimbing untuk memeluk
Islam.
Jamaah yang mendengarkan kisahnya
itu menyerukan takbir, terharu dan menangis tanda gembira menyambut
keislamannya dan keluarganya itu. Setelah dibimbing dan diajarkan beberapa
pokok-pokok ajaran Islam, lelaki itu berpamitan. Malik bin Dinar berkata, “Tunggulah
sebentar hingga teman-temanku mengumpulkan sedikit harta untuk bekalmu!!”
Tetapi lelaki itu berkata, “Tidak
perlu, bukan dengan tujuan itu aku memeluk agama Islam, dan aku tidak ingin
menjual agamaku dengan dunia!!”
Setelah itu mereka berpamitan pergi,
yang diiringi dengan doa dan pandangan penuh kesedihan dari jamaah majelis
Malik bin Dinar. Mereka tiba di sebuah reruntuhan, dan mereka tinggal di sebuah
rumah tua kosong di antara puing-puing yang berserakan. Keesokan harinya,
karena bekalnya yang sangat sedikit, sang istri berkata, “Pergilah ke pasar,
carilah pekerjaan di sana ,
dan belilah makanan secukupnya untuk kita!!”
“Baiklah,” Kata lelaki itu.
Sesampainya di pasar, ia meminta
pekerjaan pada setiap orang yang ditemuinya, tetapi tidak ada yang bias
memberinya pekerjaan. Menjelang waktu dhuhur ia belum juga memperoleh
pekerjaan, maka ia berkata kepada dirinya sendiri, “Lebih baik aku bekerja
kepada Allah saja!!”
Ia meninggalkan pasar dan memasuki
suatu masjid yang tampak sepi dari pengunjung. Ia terus beribadah, sembahyang dan berdzikr hingga waktu malam
tiba, setelah itu pulang.
Istrinya telah menunggu di pintu,
setelah melihatnya tidak membawa apa-apa, ia berkata, “Engkau tidak memperoleh
sesuatu hari ini??”
Lelaki itu berkata, “Hari ini aku
bekerja untuk Sang Raja, hanya saja hari ini Dia belum memberikan apa-apa,
semoga saja besok Dia memberikan sesuatu!!”
Malam itu ia dan keluarganya tidur
dalam keadaan lapar, karena sedikit bekal yang tersisa tidak cukup untuk
mengganjal perutnya. Keesokan harinya lelaki kembali ke pasar. Ketika menjelang
dhuhur dan belum memperoleh pekerjaan juga, ia memutuskan untuk ‘bekerja kepada
Allah’ lagi, dan beribadah di masjid yang sama. Ketika malam harinya pulang dan
istrinya menyambut, ia berkata, “Aku masih bekerja untuk Raja yang kemarin,
tetapi hari ini Dia belum memberikan apa-apa. Besok hari Jum’at, semoga Dia
memberikan sesuatu untuk aku!!”
Malam itu, lagi-lagi mereka
melaluinya dengan menahan rasa lapar. Keesokan harinya pada hari Jum’at, lelaki
itu kembali ke pasar dan tetap tidak memperoleh pekerjaan seperti sebelumnya.
Menjelang shalat Jum’at, ia masuk ke masjid untuk beribadah, kali ini, usai
shalat dua rakaat ia berdoa, “Ya Allah, Engkau telah memuliakan aku dengan
Islam, telah memberikan kepadaku keagungan Islam, telah memberikan petunjuk
kepadaku dengan petunjuk terbaik. Ya Allah, atas nama kemuliaan agama yang
telah Engkau berikan kepadaku, atas nama kemuliaan hari Jum’at yang penuh
berkah, hari yang Engkau tetapkan sebagai hari agung, aku mohon tenangkanlah
hatiku karena sulitnya mencari nafkah untuk keluargaku, berikanlah aku rezeki,
Demi keagungan-Mu, aku malu kepada keluargaku, dan aku khawatir mereka berubah
pikiran tentang Islam!!”
Setelah shalat Jum’at, ia terus
beribadah hingga malam tiba.
Sementara itu, ketika kaum muslimin
(laki-lakinya) tengah melaksanakan shalat Jum’at, ada seseorang mengetuk pintu
rumah tua di antara reruntuhan itu. Ketika istrinya membuka pintu, tampak
seorang lelaki membawa nampan yang ditutupi sapu tangan bersulam benang emas,
dan berkata, “Ambillah nampan ini, katakan kepada suamimu bahwa ini upahnya
selama dua hari. Bila ia terus rajin bekerja, maka upahnya akan ditambah,
apalagi pada hari Jum’at seperti ini. Amal yang sedikit pada hari ini artinya
besar sekali di sisi Raja Yang Maha Perkasa!!”
Sang istri mengambil nampan itu,
yang ternyata berisi seribu dinar (yakni, uang emas). Ia mengambil satu dinar
dan membawanya ke tempat penukaran uang milik seorang Nashrani. Sang Nashrani
itu tampak terheran-heran dengan uang dinar yang tidak biasanya itu. Ia mencoba
menimbangnya, ternyata beratnya dua kali dari uang dinar biasa. Ia mengamati
dengan seksama ukirannya yang juga tidak biasa, mungkin ukiran akhirat. Ia
berkata, “Dari manakah engkau memperoleh dinar ini?”
Wanita itu menceritakan pengalamannya,
termasuk ketika suaminya memutuskan untuk meninggalkan agama Majusi dan memeluk
Islam. Mendengar ceritanya itu, sang Nashrani langsung memutuskan memeluk agama
Islam, dan ia memberikan seratus dirham kepada wanita itu. Ia juga berkata,
“Pakailah uang ini, kalau telah habis, datanglah lagi ke sini dan aku akan
memberikan lagi sejumlah itu…!!”
Dengan seratus dirham itu ia membeli
bahan makanan dan memasak untuk keluarganya. Sang suami masih tetap di masjid
dan terus beribadah seperti dua hari sebelumnya. Ketika malam tiba, ia beranjak
pulang, tetapi kali ini ia membungkus pasir dengan sapu tangannya. Jika
istrinya nanti bertanya, maka akan dijawabnya kalau bungkusan itu adalah tepung.
Ketika memasuki pintu rumah, lelaki
itu membaui makanan yang enak, maka buru-buru ia melemparkan bungkusan sapu
tangannya itu, tetapi istrinya sempat mempergokinya. Ternyata memang telah
tersedia makanan yang enak-enak, dan anak-anaknya juga telah kenyang serta
riang gembira. Dengan keheranan ia menanyakan asal mula semua itu. Setelah sang
istri menceritakan apa yang terjadi, termasuk sang Nashrani yang memeluk Islam
karena ceritanya, ia langsung bersujud sebagai ungkapan syukur kepada Allah.
Sang istri berkata, “Apa yang engkau bawa itu?”
Lelaki itu berkata, “Bukan apa-apa,
jangan tanyakan hal itu!!”
Tetapi sang istri tampak penasaran,
maka ia mengambil bungkusan sapu tangan itu, dan setelah dibuka, ternyata
benar-benar berisi tepung. Lagi-lagi lelaki itu bersujud syukur kepada Allah,
dan setelah itu ia makin gencar dan giat beribadah kepada Allah pada hampir seluruh
sisa hidupnya.
Note:mu30