Sabtu, 09 November 2013

Kelihaian Tipu Daya Iblis

            Banyaknya amal kebaikan yang telah dilakukan, tingginya keilmuan sehingga disebut sebagai ulama, atau banyaknya ‘karamah-karamah’ yang telah dimiliki, tidaklah menjadi jaminan bahwa seseorang akan selamat dan kematiannya dalam status khusnul khotimah. Semuanya itu belum tentu menjadi jaminan. Sebelum Nabi Adam AS diciptakan, Iblis, yang saat itu masih bernama Azazil, adalah salah satu mahluk yang paling dekat (taqarub) kepada Allah, bahkan menjadi ‘teladan’ bagi para malaikat dalam beribadah dan mengabdi kepada Allah. 
            Azazil sebenarnya mahluk penghuni bumi dari bangsa jin, tetapi karena kualitas dan kuantitas ibadahnya yang luar biasa selama ribuan tahun, derajadnya meningkat pesat melampaui para malaikat. Ketika Allah menciptakan Nabi Adam AS, mahluk pertama dari bangsa manusia yang disiapkan untuk menjadi khalifah di bumi, dan malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya, mereka semua mematuhinya kecuali Azazil. Azazil berdalih bahwa bahan asal penciptaannya dari api lebih baik dari pada tanah, bahan asal penciptaan Adam. Ia juga merasa kedudukannya sangat tinggi dan dekat di sisi Allah, dan ‘pemahaman’nya tentang Tauhid (hanya Allah SWT yang patut disembah dan disujudi), yang memunculkan kesombongannya sehingga menolak perintah Allah tersebut.
            Karena sikap angkuhnya tersebut, Azazil dikutuk Allah hingga tibanya hari pembalasan (yakni Hari Kiamat). Bukannya menyesal dan bertobat karena sikapnya telah menyebabkan murka Allah dan jatuhnya kutukan-Nya, Azazil justru menyatakan ‘perang’ kepada Adam dan anak keturunannya, yang dianggapnya sebagai penyebab ia dimurkai Allah. Tidak tanggung-tanggung, ia meminta kematiannya ditangguhkan hingga kiamat, dan bersumpah dengan keagungan Allah (bi’izzatika) untuk menyesatkan manusia, sebagaimana disitir dalam QS Ash Shaad 82-83 : Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau (ya Allah) aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka (mukhlishin).”
            Setelah terusir dari surga dan alam malakut (yakni berkumpul bersama para malaikat), Azazil yang tadinya berwajah rupawan dan bersinar karena cahaya taqarubnya kepada Allah, perlahan tetapi pasti wajahnya berubah jelek dan menakutkan. Hal ini disebabkan ia tidak pernah lagi bertaubat dan beribadah kepada Allah, seluruh waktu dan daya upayanya hanya dicurahkan untuk melampiaskan hasud dan dengkinya kepada manusia, untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus, shirathol mustaqim. Dan nama Azazil sebagai identitas mahluk yang sangat dekat dengan Allah, perlahan dilupakan dan ia lebih dikenali dengan nama Iblis hingga sekarang.
            Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Iblis sempat tergerak untuk bertobat di masa Nabi Musa AS, dan ia meminta tolong kepada beliau yang dikenal sebagai Kalamullah (yang diajak berbicara langsung oleh Allah), untuk menyampaikan maksudnya tersebut. Ternyata Allah dengan sifat Rahman Rahim-Nya masih memberikan kesempatan iblis untuk bertaubat, asalkan ia mau bersujud di depan kubur Nabi Adam AS. Ketika Nabi Musa menyampaikan kepada Iblis syarat yang diminta Allah tersebut, rasa angkuhnya muncul lagi. Ia berkata, “Apa? Bersujud di depan kuburnya? Ketika ia masih hidup saja aku tidak bersedia bersujud kepadanya, apalagi kini telah menjadi jasad yang mati dan terkubur di dalam tanah.
            Mungkin memang sudah menjadi suratan takdir Allah bahwa Iblis tidak akan kembali menempuh shirothol mustaqim, dan hanya akan menjadi musuh, sekaligus penggoda manusia untuk menjadikan teman dan pengikutnya menjadi penghuni neraka. Dengan ‘pengalaman’ kedekatan kepada Allah jauh sebelum manusia diciptakan, dan terus hidup hingga kiamat dengan satu tujuan menyesatkan manusia, tentulah kelihaian Iblis dan bala tentaranya dari golongan syaitan tidak perlu diragukan lagi. Kisah terkenal dan sering dikisahkan tentang keberhasilan Iblis dalam menggoda manusia adalah tentang Barsisha.
            Barsisha adalah seorang ahli ilmu dan ahli ibadah yang hidup sebelum Nabi SAW, tetapi tidak jelas pada masa nabi atau rasul siapa. Karena begitu terkenal kealiman dan ke’abidannya, banyak sekali orang yang berguru kepadanya. Hebatnya lagi, dari enampuluh ribu murid-muridnya ternyata mempunyai ‘karamah’ bisa terbang atau melayang di udara. Dan seperti biasanya, jika ada orang yang tekun beribadah kepada Allah, Iblis dan bala tentaranya para syaitan sangat membenci orang itu, dan berjuang keras untuk menyesatkannya. Tetapi terhadap Barsisha ini Iblis telah beberapa kali mengalami kegagalan.
            Tidak hanya menjadi bahan pembicaraan dan pujian di bumi, di langit pun para malaikat juga memuji kealiman dan ketekunan ibadah Barsisha. Tetapi suatu ketika Allah berfirman kepada para malaikat yang terkagum-kagum itu, bahwa pada akhirnya Barsisha menjadi kafir dan akan masuk neraka untuk selama-lamanya. Tentu saja mereka keheranan dengan hal itu, tetapi tentu saja Allah SWT, sebagai Maha Penyusun Skenario kehidupan ini, lebih tahu dan lebih berhak untuk menentukan bagaimana jalan kehidupan Barsisha itu. Dan berita tersebut ternyata sampai juga ke pendengaran Iblis, dari para syaitan yang masih sering mencuri dengar berita di langit. Ia memutar otak dan menyusun strategi, dan akhirnya memutuskan untuk menjalankan sendiri rencananya tersebut. Untuk orang sekelas Barsisha, tampaknya ia harus turun tangan sendiri.
            Iblis menyamar sebagai seorang ahli ibadah yang sedang musafir, dan ia singgah ke tempat Barsisha, minta ijin untuk tinggal beberapa waktu lamanya. Barsisha amat gembira mendapat seorang teman untuk beribadah kepada Allah, bahkan ia menasehatinya, “Barang siapa beribadah kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya!!”
            Selama tiga hari tiga malam, Iblis beribadah terus menerus tanpa makan, minum dan tidak tidur. Ibadahnya tampak sekali sangat khusyu’ dan tulus walaupun hanya pura-pura, dan hal itu tidaklah sulit bagi Iblis karena ‘pengalamannya’ selama ribuan tahun ketika masih taqarub kepada Allah, saat masih bernama Azazil. Barsisha ternyata ‘termakan’ dengan jerat yang ditebarkan Iblis. Dengan kagumnya ia berkata, “Wahai saudara, engkau ini sangat hebatnya beribadah kepada Allah, selama tiga hari tiga malam tidak makan, minum ataupun tidur. Apakah rahasianya sehingga engkau bisa berbuat seperti itu? Aku telah beribadah kepada Allah selama 220 tahun, tetapi masih tidak bisa berbuat seperti engkau!!”
            Memang, Nabi SAW pernah memerintahkan, dalam hal ilmu dan ibadah, hendaknya melihat kepada yang lebih tinggi, sehingga kita terpacu untuk meningkatkan ibadah dan dalam menuntut ilmu, sekaligus meredam rasa sombong karena ibadah dan ilmunya. Sedangkan untuk urusan dunia, hendaklah kita melihat kepada yang lebih rendah (lebih kekurangan dan miskin), yang dengan itu kita bisa tetap bersyukur kepada Allah. Tetapi di sisi lain, Nabi SAW pernah menegur beberapa orang sahabat yang ‘berlebih-lebihan’ dalam ibadah. Ada yang berpuasa terus menerus, khatam Al Qur’an setiap hari, tidak tidur semalaman untuk melaksanakan tahajud dan lain-lainnya. Bahkan Al Qur’an sendiri telah menggariskan : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS Al Baqarah 286).
            Kembali kepada Barsisha, mendengar pernyataannya itu, Iblis berkata, “Wahai tuan, saya dahulu pernah bermaksiat kepada Allah, setelah itu saya bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan dengan hal itu saya merasakan nikmatnya beribadah, sehingga lupa makan, minum dan tidur seperti yang tuan lihat!!”
            Mata Barsisha tampak berbinar, ia sangat bersemangat untuk bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya, tanpa menyadari ia sedang masuk perangkap Iblis. Tetapi ia sempat tersadarkan, “Bagaimana mungkin aku akan bermaksiat, padahal selama ini aku hanya beribadah saja kepada Allah!!”
            “Wahai Tuan,” Kata Iblis dengan licinnya, “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya. Jika telah merasakan ‘kegelapan’ dosa dan bertaubat, kita akan sangat bersemangat dalam beribadah kepada Allah, dan bisa merasakan nikmatnya!!”
            Barsisha tercenung beberapa waktu lamanya, tampak ia diliputi keraguan, tetapi kemudian ia berkata, “Dosa apakah yang harus aku lakukan?”
            Iblis bertepuk tangan gembira, tentunya hanya ekspresi di dalam hatinya, dan brkata, “Hendaknya tuan berzina!!”
            Barsisha terbelalak matanya karena kaget, dan berkata, “Tidak mungkin aku melakukan hal itu!!”
            Iblis berkata dengan licinnya, “Makin besar dosa yang kita lakukan, kemudian bertaubat, akan besar kita merasakan nikmatnya ibadah!! ”
            Logika yang tidak masuk akal, tetapi karena sedang ‘ambisius’, kadang pertimbangan akal sehat menjadi tertutup. Iblis berkata lagi, “Kalau begitu, hendaknya tuan membunuh seseorang yang beriman kepada Allah!!”
            “Aku tidak mungkin melakukannya!!” Kata Barsisha lagi.
            “Kalau begitu hendaknya tuan minum khamr saja,” Kata Iblis lagi, dengan siasat jitunya, “Dosa minum khamr hanya berhubungan dengan Allah saja, tidak menyangkut mahluk lainnya, akan lebih mudah bertaubat kepada Allah!!”
            Barsisha tampak menimbang-nimbang, akal sehatnya tampaknya benar-benar telah masuk perangkap Iblis, hanya karena ‘ambisinya’ untuk bisa menyamai ibadah musafir saleh gadungan, yang sebenarnya Iblis itu. Kemudian ia berkata, “Dimanakah aku bisa memperoleh khamr itu?”
            Iblis berkata, “Ikutlah saya!!”
            Dengan patuhnya Barsisha mengikuti musafir saleh palsu tersebut menuju suatu warung di desa sebelah. Penjualnya seorang wanita cantik dengan penampilan yang menantang. Setelah minum khamr, karena memang tidak terbiasa, langsung saja Barsisha mabuk. Tanpa menyadarinya pula, ia berbuat zina dengan wanita penjaga warung. Tidak lama berselang, suami si wanita datang dan bermaksud membunuh Barsisha.
            Melihat kejadian itu, Iblis buru-buru menghalangi sang suami untuk membunuh Barsisha, karena jika mati saat itu, ia tidak akan kekal di neraka. Iblis membawa Barsisha ke hadapan raja, dan ia dihukum cambuk 80 kali karena minum khamr, dicambuk 100 kali karena berzina, dan dihukum salib sebagai denda.
            Ketika sedang disalib, Iblis mendatanginya dan berkata, “Wahai Barsisha, bagaimana keadaanmu?”
            Barsisha berkata, “Beginilah keadaannya jika menuruti teman yang jahat!!”
            Tampaknya Iblis belum puas dengan hasil kerjanya, ia berkata, “Engkau telah menyembah Allah selama 220 tahun, dan kini engkau dalam keadaan tersalib. Bila mau, aku bisa saja menurunkanmu dari tiang salib ini!!”
            Barsisha yang memang belum mengetahui kalau temannya itu Iblis laknatullah, masih saja termakan dengan omongannya. Mungkin karena selama ratusan tahun keadaannya dimuliakan orang, ketika mengalami penderitaan dan kehinaan seperti itu jiwanya jadi goyah. Ia berkata, “Tolonglah, turunkan dan lepaskan aku dari salib ini. Apa saja yang engkau minta akan aku turuti!!”
            Iblis berkata, “Sujudlah engkau kepadaku sekali saja, maka aku akan membebaskanmu!!”
            Barsisha berkata, “Aku tidak bisa bersujud di atas salib ini!!”
            “Sujudlah dengan isyarat saja!!”
            Barsisha bersujud kepada Iblis dengan isyarat kepalanya, dan setelah itu Iblis tertawa dan lenyap dari pandangan. Tak lama setelah itu Barsisha mati dalam keadaan kafir kepada Allah. Na’udzubillahi min dzaalik. 

Note:psw71Ts36

Berbuat Baik Walau Didzalimi

            Muhammad bin Himyar adalah seorang yang saleh dan wara’, hari-harinya lebih banyak diisi dengan puasa sunnah dan shalat malam, tentunya setelah menyempurnakan ibadah fardhunya. Ia juga sangat senang membantu siapa saja yang mengalami kesulitan, sejauh ia mampu melakukannya. Tetapi ternyata tidak semua pihak senang dengan perbuatan baik yang dilakukan seseorang, mungkin karena dengki, persaingan, memusuhi atau karena alasan lainnya, begitu juga yang pernah dialaminya.
            Suatu ketika ia berburu di hutan, tiba-tiba datang seekor ular dan berkata seperti menghiba, “Hai Muhammad bin Himyar, tolonglah aku, semoga Allah akan menolongmu!!”
            Ia sempat terkejut dan heran karena ular itu berbicara seperti dirinya, tetapi karena permintaannya itu yang tampak mendesak, ia mengabaikan keheranannya dan jiwa ‘penolong’nya yang lebih tampil. Ia berkata, “Dari siapakah aku harus menolongmu!!”
            Ular itu berkata, “Dari musuhku yang ingin membunuhku!!”
            “Dimanakah musuhmu?” Tanyanya lagi.
            “Ia mengejar di belakangku!!” Kata ular itu lagi.
            Ibnu Himyar sempat waspada dengan berkata, “Dari umat siapakah engkau ini?”
            “Umat Nabi Muhammad SAW!!”
            Lalu ia membuka serbannya dan berkata, “Masuklah engkau di sini!!”
            Ular itu berkata, “Aku akan dapat dilihat oleh musuhku itu!!”
            Kemudian ia melonggarkan ikat pinggangnya dan berkata, “Masuklah ke dalam bajuku, engkau akan aman di sana!!”
            Ular itu berkata lagi, “Ia masih akan bisa menemukanku di situ!!”
            “Apa yang harus aku lakukan untuk bisa menolongmu!!”
            Ular itu berkata, “Jika memang ingin menolongku, bukalah mulutmu, dan aku akan bersembunyi di dalam perutmu!!”
            Ia berkata, “Aku khawatir engkau akan membunuhku!!”
            Ular itu berkata, “Demi Allah aku tidak akan membunuhmu, Allah menjadi saksi atas janjiku ini, begitu juga dengan para malaikat dan para Nabi-Nya, Halamatul Arsyi (malaikat yang menyangga Arsyi) dan semua penduduk langit!!”
            Mendengar janjinya itu, tanpa ragu lagi Muhammad bin Himyar membuka mulutnya dan masuklah ular itu ke dalam perutnya. Tidak lama berselang, datang seorang lelaki dengan pedang terhunus dan berkata, “Apakah engkau melihat musuhku!!”
            Ibnu Himyar berkata, “Siapakah musuhmu itu?”
            Ia berkata, “Seekor ular!!”
            “Tidak!!” Kata Ibnu Himyar, tetapi dalam hatinya ia terus menerus mengucap istighfar karena kebohongannya berkata ‘tidak’ itu, walau hal itu yang diperbolehkan, yakni berbohong untuk menyelamatkan nyawa orang lain atau mahluk lainnya.
            Setelah orang bersenjata pedang terhunus itu berlalu dan tidak terlihat lagi jejak kehadirannya, Ibnu Himyar berkata, “Wahai ular, keluarlah karena musuhmu telah pergi jauh, sekarang ini telah aman!!”
            Tetapi ia amat terkejut ketika mendengar ular itu tertawa dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau pilih satu di antara dua hal, apakah aku akan merobek-robek hatimu atau aku akan melobangi jantungmu, dan aku biarkan engkau (tubuhmu) tanpa ruh!!”
            Ia berkata, “Subkhanallah, dimanakah janji dan sumpahmu itu, begitu cepatnya engkau melupakannya!!”
            Lagi-lagi terdengar ular itu tertawa dan berkata, “Wahai Muhammad, mengapa engkau melupakan permusuhanku dengan bapakmu, Adam, yang aku telah mengeluarkannya dari surga. Mengapa pula engkau berbuat baik kepada orang yang curang dan tidak mengenal budi!!”
            Tentu saja Muhammad bin Himyar tidak menyangka bahwa ular itu adalah penjelmaan Iblis ataupun syaitan terkutuk. Tipikal Rasulullah SAW sebagai Rahmatal lil ‘alamin yang menjadi acuannya untuk berbuat baik kepada siapa saja termasuk bangsa binatang. Karena tidak ada pilihan lain maka ia hanya berpasarah diri kepada Allah, dan berkata kepada ular itu, “Jika engkau memang harus membunuhku, mau apa lagi, mungkin sudah menjadi jalan dan suratan takdirku untuk mati di tanganmu. Tetapi berilah waktu untukku menuju bukit itu untuk mengatur dan menyiapkan tempat matiku.”
            “Terserah padamu!!” Kata ular di dalam perutnya itu.
            Muhammad bin Himyar berjalan menuju bukit di maksud, tetapi sambil berjalan mulutnya tidak henti-hentinya melantunkan doa, layaknya orang sedang bersyair atau bersenandung :
            Ya lathif ya lathief, ulthuf bi luthfikal khofiyyi
            Ya lathif, as’aluka bil qudratil  latis-tawaita biha ‘alal arsyi
            Falam ya’rifil arsyu aina mustaqarraka minhu
            Illa kafaitani haadzihil hayyaati
            Makna dari doanya tersebut adalah : Ya Lathif ya Lathif (salah satu Asma Allah, Yang Maha Halus/Lembut), berilah aku karunia-Mu yang samar (lembut) itu, Ya Lathif, dengan kekuasaan-Mu ketika Engkau meliputi arsyi, sehingga arsyi itupun tidak mengetahui di manakah Engkau, aku memohon hendaklah Engkau hindarkan aku dari kejahatan ular (dalam perutku) ini.
            Tak henti-hentinya ia melafalkan doanya itu, sampai ia bertemu dengan seseorang yang sangat harum baunya dan bersih sekali penampilannya. Lelaki itu mengucap salam, dan setelah dijawab salamnya, ia berkata lagi, “Wahai saudaraku, mengapa wajahmu tampak berubah (yakni jadi memucat)?”
            Muhammad bin Himyar berkata, “Karena musuh yang berlaku kejam terhadapku!!”
            “Di manakah musuhmu itu,“ Tanya lelaki itu lagi.
            “Di dalam perutku!!”
            “Bukalah mulutmu!!”
            Ibnu Himyar membuka mulutnya, dan lelaki itu memasukkan sebuah daun hijau, mirip dengan daun zaitun, sambil berkata, “Kunyahlah dan telanlah!!”
            Ibnu Himyar segera mematuhinya, dan tidak berapa lama kemudian ia merasa sakit perut, disusul dengan keluarnya potongan-potongan ular yang berada di perutnya, melalui duburnya. Ia langsung mengucap syukur kepada Allah, dan sambil memegang tangan lelaki itu ia berkata, “Wahai Fulan, siapakah engkau ini, yang Allah telah menolongku dengan perantaraan engkau?”
            Lelaki itu tertawa dan berkata, “Apakah engkau tidak mengenal aku??”
            “Tidak!!” Kata Ibnu Himyar.
            Ia berkata lagi, “Wahai Muhammad bin Himyar, ketika terjadi peristiwa antara engkau dan ular itu, hingga akhirnya engkau berdoa, suara doa para malaikat di langit bergemuruh untuk memohonkan keselamatan atasmu. Maka Allah berfirman : Demi Kemuliaan dan Kebesaran-Ku, sungguh Aku telah melihat semuanya. Kemudian Allah memerintahkan aku pergi ke surga untuk mengambil satu daun hijau, dan memberikannya kepadamu. Namaku Al Ma’ruf, dan tempatku di langit ke empat!!”
            Ibnu Himyar makin banyak mengucap syukur kepada Allah, karena dari ‘musibah’ yang dialaminya, justru Allah memberikan karunia dengan mempertemukannya dengan Malaikat Al Ma’ruf dalam wujud manusia.
            Malaikat Al Ma’ruf itu berkata lagi, “Hai Muhammad bin Himyar, tetaplah engkau berbuat dan berbudi baik, karena dengan sikapmu itu dapat menghindarkan berbagai kejahatan dan kebinasaan. Meskipun tidak dibalas (diterima dan ditanggapi) dengan kebaikan oleh orang yang engkau berbuat baik kepadanya, tetapi tidak akan pernah disia-siakan oleh Allah SWT!!”

Note:ii465