Kamis, 24 April 2014

Kasih Sayang Allah pada Yaumul Hisab (2)

Pada yaumul hisab kelak, setelah menghadapi pengadilan dan mizan (penimbangan amal) di hadapan Allah, seorang lelaki diperintahkan untuk berjalan ke arah neraka. Walau ia seorang muslim, tetapi timbangan kebaikannya tidak bisa mengalahkan (lebih berat daripada) amal-amal keburukannya, dan Allah SWT tidak atau belum berkenan untuk memberikan ampunan kepadanya.
Lelaki itupun berjalan ke arah neraka, tetapi pada jarak sepertiganya ia berhenti sebentar dan menoleh ke belakang, setelah itu berjalan lagi. Pada jarak setengahnya, ia berhenti lagi dan menoleh ke belakang, tetapi tidak lama berselang ia berjalan lagi. Pada jarak dua pertiganya, atau sepertiga lagi akan sampai di pintu neraka, dan ia mulai merasakan panasnya yang membara, lagi-lagi lelaki itu berhenti dan menoleh ke belakang, tetapi tidak lama ia telah berjalan lagi menuju ke neraka.
Melihat perilaku aneh lelaki itu, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Allah memerintahkan seorang malaikat untuk membawa lelaki itu kembali ke hadapan-Nya. Setelah dibawa kembali, Allah berfirman kepadanya, “Wahai Fulan, mengapa engkau sampai menoleh tiga?”
Lelaki itu berkata, “Ya Allah, setelah hamba sampai di sepertiga jarak ke neraka, hamba teringat akan firman-Mu : Warabbukal ghafuuru dzur-rahmah (QS al Kahfi 58, artinya : Dan Tuhanmu Maha Pengampun lagi penuh rahmah/kasih sayang). Maka hamba berhenti dan menoleh, sangat berharap akan datangnya ampunan dan rahmat-Mu. Tetapi karena tidak muncul juga, hamba meneruskan perjalanan…”
Lelaki itu meneruskan, “Pada jarak setengah perjalanan, hamba teringat akan firman-Mu : Wa man yaghfirudz dzunuuba illallaah (QS Ali Imran 135, artinya : Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah?), maka besarlah harapan hamba akan ampunan-Mu, karena sesungguhnya hamba telah berputus asa dari siapapun kecuali hanya Engkau. Tetapi karena tidak juga terlihat wujudnya harapan itu, hamba berjalan lagi…”
Ia meneruskan, “Ketika sampai pada jarak dua pertiga, hamba teringat akan Firman-Mu : Qul yaa ‘ibaadiyal-ladziina asrafuu ‘alaa anfusihim laa taqnathuu min rahmatillah (QS Az Zumar 53, yang artinya : Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang melewati batas (dholim) kepada dirinya sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah). Maka bertambahlah harapan hamba atas maghfirah dan rahmat-Mu, ya Allah, tetapi karena tidak juga ada panggilan-Mu, hamba berjalan lagi, hingga salah seorang malaikat-Mu membawa hamba kembali ke sini!!”
            Setelah penjelasannya itu, Allah berfirman, “Pergilah engkau (ke surga), sesungguhnya Aku telah mengampuni engkau!!”

Note:ahq102

Kematian Seolah di depan Mata

Suatu senja Banan al Mishri sedang duduk santai di suatu tempat di Makkah, setelah ia menyelesaikan prosesi ibadahnya (haji atau umrah). Ia melihat seorang pemuda yang tampak miskin duduk tidak jauh dari tempatnya. Tiba-tiba datang seorang lelaki meletakkan sekantong uang dirham di hadapannya, pemuda itu berkata, “Saya tidak butuh dengan uang ini!!”
Lelaki itu berkata, “Kalau begitu, bagikanlah uang ini kepada orang-orang miskin yang membutuhkannya!!”
“Baiklah!!” Kata pemuda itu, kemudian ia beranjak pergi membawa kantong uang itu.
Ketika malam tiba, Banan kembali melihat pemuda itu di suatu lembah, tetapi tampaknya ia sedang mencari-cari sesuatu untuk makan malamnya. Banan menghampirinya dan berkata, “Andai saja engkau menyisihkan uang yang kamu terima tadi untuk kebutuhanmu!!”
Sejenak pemuda itu memandang tajam kepada Banan, kemudian berkata, “Saya tidak tahu bahwa saya masih hidup sampai saat ini…”
Peristiwa yang hampir serupa pernah terjadi pada Ummul Mukminin, Aisyah RA. Suatu ketika beliau memperoleh hadiah dua karung uang yang masing-masing berisi 100.000 dirham, dan langsung membagi-bagikannya kepada fakir miskin dari pagi sampai sore harinya, sehingga tidak tersisa sama sekali.
Hari itu Aisyah sedang berpuasa, saat masuk waktu maghrib, pembantunya datang membawa makanan untuk berbuka berupa sepotong roti dan minyak zaitun. Ia berkata kepada Aisyah, "Seandainya engkau tadi menyisakan satu dirham, tentu aku bisa menyediakan sepotong daging untuk menu berbuka."      
"Mengapa engkau baru mengatakannya sekarang," Kata Aisyah, "Andai tadi engkau mengatakannya, tentu kusisakan satu dirham untukmu."

Note:rq408