Rabu, 24 Juni 2015

Sebuah Kisah di Perjalanan Dzulqarnain

Dzulqarnain, sebagian ulama menyebutnya Iskandar Dzulqarnain, dan sebagian sejarawan menisbahkannya kepada (menganggapnya sebagai) The Great Alexander from Macedonia, adalah salah satu tokoh yang diceritakan oleh Al Qur’an, walaupun ia bukan salah seorang Nabi dan Rasul, setidaknya tidak ada riwayat jelas dan secara pasti yang menyebutnya. Kisah yang tercantum dalam QS Al Kahfi ayat 83 hingga 98 itu menyebutkan bahwa Dzulqarnain adalah seorang raja atau panglima perang dengan pasukan yang sangat kuat, yang Allah memberikan kekuasaan, kekayaan dan kemampuan kepadanya untuk mencapai maksud dan keinginannya. Dan ia seorang yang saleh dan sangat taat kepada Allah, dan menyeru manusia atau kaum yang dikunjunginya untuk beriman dan taat kepada Allah.
Al Qur’an menyebutkan bahwa Dzulqarnain melakukan perjalanannya ke segala penjuru, dan bertemu dengan beberapa kaum, tetapi memang tidak semua kisah diceritakan, karena Al Qur’an memang bukanlah kitab kumpulan cerita orang-orang di masa lalu. Dalam salah satu perjalanannya, tidak disebutkan dimana tempat pastinya, Dzulqarnain bertemu suatu kaum yang sangat miskin, mereka tidak memiliki harta benda apapun yang bisa dibuatnya untuk bersenang-senang. Setiap orang di kaum itu memiliki (menggali) lubang kuburannya sendiri, dan setiap pagi hari mereka membersihkannya (menyapunya), kemudian mengerjakan shalat (ibadah) di sisi kuburannya. Jika merasa lapar, mereka pergi bertebaran mencari sayuran atau tumbuhan untuk makanan, layaknya binatang ternak yang mencari rerumputan untuk makanannya. Sepertinya Allah mentakdirkan kaum itu untuk bisa hidup bertahan dengan tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitarnya.
Tertarik dengan apa yang dilihatnya itu, Dzulqarnain mengirim seorang utusan menemui pemimpin kaum itu, dan memintanya untuk menghadap. Tetapi sang pemimpin berkata, “Saya tidak mempunyai keperluan dengannya, jika dia mempunyai keperluan denganku, hendaknya dia yang datang kepadaku…!!”
Walau seorang raja atau pemimpin besar dengan pasukan yang sangat kuat, ia tidak marah dengan jawaban tersebut, justru ia berkata sendiri, “Benar dia!!”
Kemudian bersama beberapa orang dekat kepercayaannya, ia berjalan menuju tempat sang pemimpin kaum itu, dan berkata, “Saya telah mengutus seorang utusan untuk mengundangmu tetapi engkau tidak mau, dan inilah saya sendiri yang datang kepadamu…”
Sang pemimpin berkata, “Jika saya yang mempunyai keperluan kepadamu, niscaya saya yang akan datang kepadamu…”
Dzulqarnain berkata, “Saya telah menjelajah ke segala penjuru bumi dan banyak bertemu dengan kaum dan umat dengan segala macam perilakunya, tetapi saya belum pernah melihat perilaku kaummu ini!!”
Sang pemimpin berkata, “Perilaku seperti apa?”
Dzulqarnain berkata, “Kalian tidak mempunyai kekayaan dunia dan tidak ada apa-apa yang kalian miliki. Mengapa kalian tidak mengambil emas dan perak, supaya kalian bisa bersenang-senang?”
Sang pemimpin berkata, “Sesungguhnya kami membenci emas dan perak, karena tidak ada seorangpun yang mau memberikan sedikit dari emas dan peraknya, kecuali ia mempunyai tujuan (merindukan) untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih utama dari keduanya itu..”
Dzulqarnain berkata lagi, “Apa tujuan kalian menggali (memiliki) kuburan masing-masing dan menyapunya setiap pagi, kemudian shalat di sampingnya?”
Sang pemimpin berkata, “Dengan perilaku itu, jika kami mempunyai cita-cita (yang sifatnya) dunia, maka kuburan itu akan bisa mencegah (memadamkan) cita-cita tersebut.”
Dzulqarnain berkata, “Saya melihat kalian hanya makan sayuran dan tumbuhan dari bumi, bukankah lebih baik jika kalian mengambil (memelihara) hewan-hewan ternak saja. Kalian bisa mengambil air susunya, memakan dagingnya, menggunakannya sebagai kendaraan dan bisa bersenang-senang dengan binatang-binatang itu…”
Sang pemimpin berkata, “Kami tidak senang menggunakan perut-perut kami sebagai kuburan dari binatang ternak tersebut. Kami menganggap tumbuhan dari bumi telah mencukupi hajat kebutuhan kami. Makanan apapun telah hilang rasanya jika telah melewati rongga mulut!!”
Kemudian pemimpin itu menjulurkan tangannya ke tanah di belakang Dzulqarnain, dan ternyata ia mengambil sebuah tengkorak yang telah rusak, ia berkata, “Wahai Dzulqarnain, tahukah kamu tengkorak siapakan ini?”
Dzulqarnain berkata, “Tidak, tengkorak siapakah itu?”
Sang pemimpin berkata, ”Inilah tengkorak seorang raja dari beberapa raja di bumi, dimana Allah telah memberikan kekuasaan kepadanya atas penduduk bumi, lalu ia berbuat sewenang-wenang, dzalim dan melampaui batas. Maka Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Suci melihatnya berbuat seperti itu, dan memutuskan kematian untuknya, maka jadilah raja tersebut laksana batu yang tercampakkan. Dan Allah akan menghitung (menghisab) amal perbuatannya, dan akan membalasnya di akhirat kelak….!!”
Sesaat diam, sang pemimpin mengambil satu tengkorak lainnya yang keadaanya juga telah rusak, dan berkata, “Hai Dzulqarnain, tahukah kamu, tengkorak siapakah ini?”
Dzulqarnain berkata, “Tidak, tengkorak siapakah itu?”
Sang pemimpin berkata, “Ini adalah tengkorak seorang raja, yang ditetapkan Allah menjadi raja setelah raja yang berbuat dzalim tersebut. Melihat kedzaliman raja pendahulunya, maka ia berbuat tawadhu dan khusyu’ kepada Allah. Ia memerintah dengan kebaikan dan keadilan hingga kerajaannya menjadi negeri yang sejahtera, tetapi engkau lihat, ia hanya akan menjadi seperti ini, dan Allah akan menghitung (menghisab) amal perbuatannya dan memberikan balasan di akhirat kelak…!!”
Sesaat terdiam, tanpa diduga siapapun, tiba-tiba sang pemimpin itu bangkit dan memegang kepala Dzulqarnain, kemudian berkata, “Dan tengkorak ini, akan menjadi seperti dua tengkorak itu, maka Dzulqarnain, perhatikanlah apa yang akan engkau lakukan!!”
Sebagai raja/panglima perang agung yang menguasai wilayah timur dan barat, dan telah menaklukan berbagai bangsa dan suku di berbagai penjuru bumi, Dzulqarnain merasa terkejut diperlakukan seperti itu, tetapi ia tidak marah karena memang melihat ada kebenaran pada ucapannya itu. Justru ia berkata, “Apakah engkau mau bersahabat denganku, tinggal bersamaku, maka engkau kujadikan saudara atau menteri, dan menjadi orang yang menemaniku dalam harta dan kekuasaan yang dianugerahkan Allah kepadaku?”
Sang pemimpin itu berkata, “Alangkah baiknya jika engkau dan aku berada pada suatu tempat, dan tidak ada semuanya itu (yakni harta dan kekuasaan) di antara kita!!”
Dzulqarnain berkata, “Mengapa ?”
Sang pemimpin itu berkata, “Banyak orang yang memusuhimu karena kekuasaan yang ada di tanganmu, begitu juga dengan kerajaan, harta dan perihal duniawiah lainnya. Dan tidak kudapati ada orang yang memusuhiku, karena aku menolak itu semua. Tidak ada kebutuhan dan apa-apa (dari perihal duniawiah) yang membebaniku…!”
Dzulqarnain tidak bisa berkata apa-apa lagi karena semua yang dikatakannya memang mengandung kebenaran. Hanya saja ia dan orang-orang yang mengiringinya tidak lepas dari rasa keheranan, sekaligus kekaguman, bahwa ada orang, bahkan sekelompok orang yang bisa bersikap dan hidup seperti itu.     
       
Note:iu6-289

Permintaan Nabi Adam AS dan Iblis

Ketika Nabi Adam AS dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi karena melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah dari pohon kayu (Iblis menyebutkannya buah khuldi, buah keabadian), ia berkata, “Wahai Allah, inilah dia iblis, yang Engkau telah menjadikan dia sebagai musuh bagiku, permusuhan yang tiada habisnya. Jika Engkau tidak menolongku untuk melawannya, niscaya aku tidak akan mampu melawannya…!!”
Maka Allah berfirman, “Tidak dilahirkan seorang anak bagimu, melainkan seorang malaikat telah diwakilkan kepadanya.”
Nabi Adam berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah untukku!”
Allah berfirman, “Sesungguhnya satu keburukan yang dilakukan anak keturunanmu akan Aku balas dengan satu keburukan, sedangkan satu kebaikan yang dilakukannya akan Aku balas dengan sepuluh kebaikan, atau akan Aku lebih lipat gandakan sebanyak yang Aku kehendaki.”
Nabi Adam berkata lagi, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah aku!”
Allah berfirman, “Pintu taubat akan selalu terbuka bagi anak keturunanmu, selama ruh masih melekat pada jasadnya.”
Mendengar permintaan Nabi Adam tersebut, Iblis segera mengajukan permintaan juga. Ia berkata, “Wahai Tuhanku, inilah dia seorang hamba, yang Engkau telah memuliakannya di atasku, jika Engkau tidak menolongku untuk menghadapinya, niscaya aku tidak mampu mengalahkannya”
Allah berfirman, “Tidak dilahirkan seorang anak bagi Adam, melainkan dilahirkan pula seorang anak bagimu.”
Iblis berkata lagi, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah untukku!”
Allah berfirman, “Engkau berjalan pada mereka pada beredarnya darah, dan engkau bisa menjadikan hati mereka sebagai rumah-rumahmu.”
Ia berkata lagi, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah untukku!”
Maka Allah berfirman kepada Iblis, sebagaimana disitir dalam QS Al Isra 24, “Dan bujuklah (goda) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.”

Note:iu5-58