Dzulqarnain, sebagian ulama menyebutnya
Iskandar Dzulqarnain, dan sebagian sejarawan menisbahkannya kepada
(menganggapnya sebagai) The Great Alexander from Macedonia, adalah salah satu
tokoh yang diceritakan oleh Al Qur’an, walaupun ia bukan salah seorang Nabi dan
Rasul, setidaknya tidak ada riwayat jelas dan secara pasti yang menyebutnya.
Kisah yang tercantum dalam QS Al Kahfi ayat 83 hingga 98 itu menyebutkan bahwa
Dzulqarnain adalah seorang raja atau panglima perang dengan pasukan yang sangat
kuat, yang Allah memberikan kekuasaan, kekayaan dan kemampuan kepadanya untuk
mencapai maksud dan keinginannya. Dan ia seorang yang saleh dan sangat taat
kepada Allah, dan menyeru manusia atau kaum yang dikunjunginya untuk beriman
dan taat kepada Allah.
Al Qur’an menyebutkan bahwa
Dzulqarnain melakukan perjalanannya ke segala penjuru, dan bertemu dengan
beberapa kaum, tetapi memang tidak semua kisah diceritakan, karena Al Qur’an
memang bukanlah kitab kumpulan cerita orang-orang di masa lalu. Dalam salah
satu perjalanannya, tidak disebutkan dimana tempat pastinya, Dzulqarnain
bertemu suatu kaum yang sangat miskin, mereka tidak memiliki harta benda apapun
yang bisa dibuatnya untuk bersenang-senang. Setiap orang di kaum itu memiliki
(menggali) lubang kuburannya sendiri, dan setiap pagi hari mereka membersihkannya
(menyapunya), kemudian mengerjakan shalat (ibadah) di sisi kuburannya. Jika
merasa lapar, mereka pergi bertebaran mencari sayuran atau tumbuhan untuk
makanan, layaknya binatang ternak yang mencari rerumputan untuk makanannya.
Sepertinya Allah mentakdirkan kaum itu untuk bisa hidup bertahan dengan
tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitarnya.
Tertarik dengan apa yang dilihatnya
itu, Dzulqarnain mengirim seorang utusan menemui pemimpin kaum itu, dan
memintanya untuk menghadap. Tetapi sang pemimpin berkata, “Saya tidak mempunyai
keperluan dengannya, jika dia mempunyai keperluan denganku, hendaknya dia yang
datang kepadaku…!!”
Walau seorang raja atau pemimpin
besar dengan pasukan yang sangat kuat, ia tidak marah dengan jawaban tersebut,
justru ia berkata sendiri, “Benar dia!!”
Kemudian bersama beberapa orang
dekat kepercayaannya, ia berjalan menuju tempat sang pemimpin kaum itu, dan
berkata, “Saya telah mengutus seorang utusan untuk mengundangmu tetapi engkau
tidak mau, dan inilah saya sendiri yang datang kepadamu…”
Sang pemimpin berkata, “Jika saya
yang mempunyai keperluan kepadamu, niscaya saya yang akan datang kepadamu…”
Dzulqarnain berkata, “Saya telah
menjelajah ke segala penjuru bumi dan banyak bertemu dengan kaum dan umat
dengan segala macam perilakunya, tetapi saya belum pernah melihat perilaku
kaummu ini!!”
Sang pemimpin berkata, “Perilaku
seperti apa?”
Dzulqarnain berkata, “Kalian tidak
mempunyai kekayaan dunia dan tidak ada apa-apa yang kalian miliki. Mengapa
kalian tidak mengambil emas dan perak, supaya kalian bisa bersenang-senang?”
Sang pemimpin berkata,
“Sesungguhnya kami membenci emas dan perak, karena tidak ada seorangpun yang
mau memberikan sedikit dari emas dan peraknya, kecuali ia mempunyai tujuan
(merindukan) untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih utama dari keduanya
itu..”
Dzulqarnain berkata lagi, “Apa
tujuan kalian menggali (memiliki) kuburan masing-masing dan menyapunya setiap
pagi, kemudian shalat di sampingnya?”
Sang pemimpin berkata, “Dengan
perilaku itu, jika kami mempunyai cita-cita (yang sifatnya) dunia, maka kuburan
itu akan bisa mencegah (memadamkan) cita-cita tersebut.”
Dzulqarnain berkata, “Saya melihat
kalian hanya makan sayuran dan tumbuhan dari bumi, bukankah lebih baik jika
kalian mengambil (memelihara) hewan-hewan ternak saja. Kalian bisa mengambil
air susunya, memakan dagingnya, menggunakannya sebagai kendaraan dan bisa
bersenang-senang dengan binatang-binatang itu…”
Sang pemimpin berkata, “Kami tidak
senang menggunakan perut-perut kami sebagai kuburan dari binatang ternak
tersebut. Kami menganggap tumbuhan dari bumi telah mencukupi hajat kebutuhan
kami. Makanan apapun telah hilang rasanya jika telah melewati rongga mulut!!”
Kemudian pemimpin itu menjulurkan
tangannya ke tanah di belakang Dzulqarnain, dan ternyata ia mengambil sebuah
tengkorak yang telah rusak, ia berkata, “Wahai Dzulqarnain, tahukah kamu
tengkorak siapakan ini?”
Dzulqarnain berkata, “Tidak,
tengkorak siapakah itu?”
Sang pemimpin berkata, ”Inilah
tengkorak seorang raja dari beberapa raja di bumi, dimana Allah telah
memberikan kekuasaan kepadanya atas penduduk bumi, lalu ia berbuat
sewenang-wenang, dzalim dan melampaui batas. Maka Allah Yang Maha Tinggi dan
Maha Suci melihatnya berbuat seperti itu, dan memutuskan kematian untuknya,
maka jadilah raja tersebut laksana batu yang tercampakkan. Dan Allah akan
menghitung (menghisab) amal perbuatannya, dan akan membalasnya di akhirat
kelak….!!”
Sesaat diam, sang pemimpin
mengambil satu tengkorak lainnya yang keadaanya juga telah rusak, dan berkata,
“Hai Dzulqarnain, tahukah kamu, tengkorak siapakah ini?”
Dzulqarnain berkata, “Tidak,
tengkorak siapakah itu?”
Sang pemimpin berkata, “Ini adalah
tengkorak seorang raja, yang ditetapkan Allah menjadi raja setelah raja yang
berbuat dzalim tersebut. Melihat kedzaliman raja pendahulunya, maka ia berbuat
tawadhu dan khusyu’ kepada Allah. Ia memerintah dengan kebaikan dan keadilan
hingga kerajaannya menjadi negeri yang sejahtera, tetapi engkau lihat, ia hanya
akan menjadi seperti ini, dan Allah akan menghitung (menghisab) amal
perbuatannya dan memberikan balasan di akhirat kelak…!!”
Sesaat terdiam, tanpa diduga
siapapun, tiba-tiba sang pemimpin itu bangkit dan memegang kepala Dzulqarnain,
kemudian berkata, “Dan tengkorak ini, akan menjadi seperti dua tengkorak itu,
maka Dzulqarnain, perhatikanlah apa yang akan engkau lakukan!!”
Sebagai raja/panglima perang agung
yang menguasai wilayah timur dan barat, dan telah menaklukan berbagai bangsa
dan suku di berbagai penjuru bumi, Dzulqarnain merasa terkejut diperlakukan
seperti itu, tetapi ia tidak marah karena memang melihat ada kebenaran pada
ucapannya itu. Justru ia berkata, “Apakah engkau mau bersahabat denganku,
tinggal bersamaku, maka engkau kujadikan saudara atau menteri, dan menjadi
orang yang menemaniku dalam harta dan kekuasaan yang dianugerahkan Allah
kepadaku?”
Sang pemimpin itu berkata,
“Alangkah baiknya jika engkau dan aku berada pada suatu tempat, dan tidak ada
semuanya itu (yakni harta dan kekuasaan) di antara kita!!”
Dzulqarnain berkata, “Mengapa ?”
Sang pemimpin itu berkata, “Banyak
orang yang memusuhimu karena kekuasaan yang ada di tanganmu, begitu juga dengan
kerajaan, harta dan perihal duniawiah lainnya. Dan tidak kudapati ada orang
yang memusuhiku, karena aku menolak itu semua. Tidak ada kebutuhan dan apa-apa
(dari perihal duniawiah) yang membebaniku…!”
Dzulqarnain tidak bisa berkata
apa-apa lagi karena semua yang dikatakannya memang mengandung kebenaran. Hanya
saja ia dan orang-orang yang mengiringinya tidak lepas dari rasa keheranan,
sekaligus kekaguman, bahwa ada orang, bahkan sekelompok orang yang bisa
bersikap dan hidup seperti itu.
Note:iu6-289