Minggu, 11 Maret 2012

Harta yang Tidak Dizakati

Suatu ketika Nabi SAW bersabda,”Jika seseorang mempunyai emas dan perak (yang telah sampai Nisab dan Haulnya) dan ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak, emas dan perak tersebut akan dijadikan lempengan dan dibakar di dalam jahanam, kemudian diseterikakan pada pinggang, dahi dan punggung pemiliknya. Jika telah dingin, siksaan itu akan diulangi lagi selama satu hari, yang lamanya sebanding dengan limapuluh ribu tahun perhitungan di bumi. Setelah putusan “pengadilan akhirat” selesai, barulah ia mengetahui kemana akan dimasukkan, apakah akan ke surga atau ke neraka?”
Salah seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki unta?”
Nabi SAW bersabda,”Begitu juga dengan seseorang mempunyai unta (yang telah sampai Nisab dan Haulnya) dan ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak, unta-untanya tersebut akan dikumpulkan pada suatu tanah lapang tanpa teringgal seekorpun, lalu akan menggigit dan menginjak-injak pemiliknya. Satu persatu akan menyiksanya hingga selesai, dan siksaan itu akan diulangi lagi selama satu hari, yang lamanya sebanding dengan limapuluh ribu tahun perhitungan di bumi. Setelah putusan “pengadilan akhirat” selesai, barulah ia mengetahui kemana akan dimasukkan, apakah akan ke surga atau ke neraka?”
Salah seorang sahabat lainnya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki lembu (sapi) dan kambing?”
Nabi SAW bersabda,”Begitu juga dengan seseorang mempunyai lembu dan kambing (yang telah sampai Nisab dan Haulnya) dan ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak, lembu-lembu dan kambing-kambingnya tersebut akan dikumpulkan pada suatu tanah lapang tanpa teringgal seekorpun, termasuk yang tanduknya patah, bengkok atau juga tidak bertanduk. Mereka akan menggigit dan menginjak-injak pemiliknya. Satu persatu akan menyiksanya hingga selesai, dan siksaan itu akan diulangi lagi selama satu hari, yang lamanya sebanding dengan limapuluh ribu tahun perhitungan di bumi. Setelah putusan “pengadilan akhirat” selesai, barulah ia mengetahui kemana akan dimasukkan, apakah akan ke surga atau ke neraka?”
Sahabat lainnya berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki kuda??”
Tampaknya sahabat tersebut bertanya sehubungan dengan zakat, sebagai keterkaitan dari hal yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebelumnya, tetapi jawaban beliau sama sekali tidak menghubungkan kuda dengan masalah zakat. Walaa yanthiquu ‘anil hawaa in huwa illaa wahyun yuukhaa, tidaklah Nabi SAW mengatakan sesuatu dari hawa nafsunya (termasuk analisa dan rekaan akal pikiran beliau), tetapi semua itu adalah wahyu yang diturunkan kepada beliau.
Namun demikian, sebagai seorang guru dan pendidik terbaik terhadap umat manusia, Nabi SAW masih menghubungkan masalah kuda tersebut dengan akibat di akhirat sebagaimana sebelumnya. Beliau bersabda, “Kuda itu ada tiga macam, kuda yang dapat mendatangkan dosa bagi pemiliknya, kuda yang dapat menutupi hajat (kebutuhan) pemiliknya, dan kuda yang dapat mendatangkan pahala bagi pemiliknya…..!!”
Kemudian Nabi SAW menjelaskan, bahwa kuda yang mendatangkan dosa adalah kuda yang dipelihara dengan maksud untuk sombong dan menjadi kebanggaan semata-mata. Dan juga yang digunakan untuk memerangi dan memusuhi Islam.
Kuda yang dapat menutupi hajat, adalah kuda yang dipergunakan untuk kepentingan pada jalan-jalan yang diridhai Allah, dan ia tidak melupakan hak dan kewajiban pemeliharaannya. Termasuk zakat dari harta/uang yang terkumpul dari hasil “pemanfaatan” kuda-kudanya tersebut, setelah cukup Nisab dan Haulnya.
Kuda yang dapat mendatangkan pahala adalah kuda yang dipergunakan untuk berjihad di jalan Allah dan untuk kepentingan umat Islam. Kuda semacam ini, jika ia dilepas pada suatu padang rumput atau kebun, kemudian ia makan sesuatu yang ada di situ, maka apa yang dimakan itu menjadi kebaikan (khasanat) bagi pemiliknya. Bahkan kotoran dan air kencingnya juga mempunyai nilai kebaikan di sisi Allah. Bila kuda itu terlepas dari kekangnya kemudian ia lari atau meloncat-loncat, maka jumlah langkahnya itu akan dicatat Allah sebagai kebaikan bagi pemiliknya. Jika kuda dibawa melalui sungai dan ia minum airnya, walaupun pemiliknya tidak bermaksud untuk memberinya minum, maka Allah akan mencatat air yang diminumnya itu sebagai kebaikan bagi pemiliknya.
Kuda pada penjelasan ketiga ini bisa dikatakan sebagai kendaraan atau tunggangan yang dipergunakan di jalan Allah. Karena itu bisa juga “dianalogikan” dengan alat-alat transportasi pada jaman ini, yang jika digunakan dan diinfaqkan pada jalan Allah dan kepentingan umat Islam, insyaallah akan membuahkan banyak sekali kebaikan bagi pemiliknya sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW tersebut.
Ternyata masih ada saja seorang sahabat yang bertanya berkaitan dengan penjelasan beliau itu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki keledai?”
Dan jawaban Nabi SAW mencerminkan sifat kejujuran dan ‘keshiddiqan’ sekaligus masih dihubungkan dengan masalah akhirat seperti sebelumnya, beliau bersabda, “Tentang keledai tidak diturunkan wahyu kepadaku yang menjelaskannya, kecuali suatu ayat yang bersifat umum, yakni : Faman ya’mal mistqoola dzarratin khoiron yarah, waman ya’mal mitsqoola dzarratin syarron yarah (Barang siapa yang berbuat kebaikan seberat dzarrah (atom) pastilah ia akan melihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat kejahatan seberat dzarrah pastilah ia akan melihat balasannya pula)…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar