Kamis, 17 Oktober 2013

Bekerja kepada Allah

            Ada dua orang Majusi yang telah puluhan tahun menghabiskan umurnya untuk mengabdi pada agamanya, yakni menyembah api, sekaligus ‘melayani’ umatnya yang ingin beribadah. Karena itu mereka berdua juga mendapat tempat cukup terhormat di antara para penganut Agama Majusi. Yang seorang telah berusia lanjut, yakni  73 tahun, sedang satunya lagi baru 35 tahun.
            Suatu ketika terbersit pikiran ‘nyeleneh’ pada yang muda, ia berkata kepada temannya, “Kita telah sangat lama menyembah api ini, maka marilah kita mencoba, apakah api ini akan menolong kita atau tetap membakar kita sebagaimana ia membakar orang-orang yang tidak menyembahnya. Jika ia tidak membakar, kita akan terus menyembahnya, tetapi jika ia tetap membakar, maka apa gunanya kita tetap memujanya!!”
            “Baiklah!!” Kata yang tua.
            Yang muda berkata, “Engkau atau aku yang akan mencoba!!”
            “Engkau saja!!” Kata yang tua.
            Yang muda mengulurkan tangannya ke api yang menyala-nyala, dan tentu saja ia merasa panas terbakar. Reflek ia menarik tangannya sambil menggerutu, “Tigapuluh lima tahun aku menyembahmu, tetapi tetap saja engkau menyakitiku!!”
            Kemudian ia berkata kepada temannya, “Marilah kita cari Tuhan yang lain saja, yang seandainya kita berdosa dan melalaikan perintah-Nya, Dia masih akan tetap mengampuni dan memaafkan kesalahan kita!!”
            “Baiklah!!” Kata yang tua.
            Mereka berdua berjalan hingga tiba di Kota Bashrah, dan menemukan sekumpulan orang yang tengah mendengarkan pengajaran Malik bin Dinar. Mereka berdua membaur, mendengarkan pengajaran tentang agama Islam tersebut. Tampak sekali yang muda sangat tertarik, dan ia mengajak temannya untuk memeluk Islam. Tetapi yang tua berkata, “Tidak usahlah aku memeluk Islam, aku telah sangat tua, dan umurku telah habis untuk menyembah api. Kalaupun aku memeluk Islam, tentulah keluargaku, tetanggaku dan masyarakat lainnya akan mencaci maki aku. Mereka pasti akan mengusir, aku akan kehilangan segalanya dan menjadi gelandangan dunia!!”
            Yang muda berkata, “Jangan khawatirkan itu, caci-maki bisa berhenti, tetapi panasnya siksa api neraka akan abadi!!”
            Tetapi yang tua tidak perduli dengan nasehatnya, dan ia tidak jadi meninggalkan agama Majusi. Mungkin ia takut kehilangan segala kenikmatan dan kehormatan yang telah dirasakannya selama ini jika memeluk agama Islam. Sebaliknya, lelaki yang lebih muda itu sangat bersemangat untuk memeluk Islam. Setelah kembali ke rumahnya, ia segera mengajak anak-anak dan istrinya memeluk Islam, dan mereka menyambutnya. Dengan membawa bekal sekedarnya, mereka meninggalkan daerah itu menuju Bashrah, langsung ke majelis pengajaran Malik bin Dinar. Setelah usainya majelis, lelaki itu berdiri dan menceritakan pengalamannya, dan meminta dibimbing untuk memeluk Islam.
            Jamaah yang mendengarkan kisahnya itu menyerukan takbir, terharu dan menangis tanda gembira menyambut keislamannya dan keluarganya itu. Setelah dibimbing dan diajarkan beberapa pokok-pokok ajaran Islam, lelaki itu berpamitan. Malik bin Dinar berkata, “Tunggulah sebentar hingga teman-temanku mengumpulkan sedikit harta untuk bekalmu!!”
            Tetapi lelaki itu berkata, “Tidak perlu, bukan dengan tujuan itu aku memeluk agama Islam, dan aku tidak ingin menjual agamaku dengan dunia!!”
            Setelah itu mereka berpamitan pergi, yang diiringi dengan doa dan pandangan penuh kesedihan dari jamaah majelis Malik bin Dinar. Mereka tiba di sebuah reruntuhan, dan mereka tinggal di sebuah rumah tua kosong di antara puing-puing yang berserakan. Keesokan harinya, karena bekalnya yang sangat sedikit, sang istri berkata, “Pergilah ke pasar, carilah pekerjaan di sana, dan belilah makanan secukupnya untuk kita!!”
            “Baiklah,” Kata lelaki itu.
            Sesampainya di pasar, ia meminta pekerjaan pada setiap orang yang ditemuinya, tetapi tidak ada yang bias memberinya pekerjaan. Menjelang waktu dhuhur ia belum juga memperoleh pekerjaan, maka ia berkata kepada dirinya sendiri, “Lebih baik aku bekerja kepada Allah saja!!”
            Ia meninggalkan pasar dan memasuki suatu masjid yang tampak sepi dari pengunjung. Ia terus beribadah,  sembahyang dan berdzikr hingga waktu malam tiba, setelah itu pulang.
            Istrinya telah menunggu di pintu, setelah melihatnya tidak membawa apa-apa, ia berkata, “Engkau tidak memperoleh sesuatu hari ini??”
            Lelaki itu berkata, “Hari ini aku bekerja untuk Sang Raja, hanya saja hari ini Dia belum memberikan apa-apa, semoga saja besok Dia memberikan sesuatu!!”
            Malam itu ia dan keluarganya tidur dalam keadaan lapar, karena sedikit bekal yang tersisa tidak cukup untuk mengganjal perutnya. Keesokan harinya lelaki kembali ke pasar. Ketika menjelang dhuhur dan belum memperoleh pekerjaan juga, ia memutuskan untuk ‘bekerja kepada Allah’ lagi, dan beribadah di masjid yang sama. Ketika malam harinya pulang dan istrinya menyambut, ia berkata, “Aku masih bekerja untuk Raja yang kemarin, tetapi hari ini Dia belum memberikan apa-apa. Besok hari Jum’at, semoga Dia memberikan sesuatu untuk aku!!”
            Malam itu, lagi-lagi mereka melaluinya dengan menahan rasa lapar. Keesokan harinya pada hari Jum’at, lelaki itu kembali ke pasar dan tetap tidak memperoleh pekerjaan seperti sebelumnya. Menjelang shalat Jum’at, ia masuk ke masjid untuk beribadah, kali ini, usai shalat dua rakaat ia berdoa, “Ya Allah, Engkau telah memuliakan aku dengan Islam, telah memberikan kepadaku keagungan Islam, telah memberikan petunjuk kepadaku dengan petunjuk terbaik. Ya Allah, atas nama kemuliaan agama yang telah Engkau berikan kepadaku, atas nama kemuliaan hari Jum’at yang penuh berkah, hari yang Engkau tetapkan sebagai hari agung, aku mohon tenangkanlah hatiku karena sulitnya mencari nafkah untuk keluargaku, berikanlah aku rezeki, Demi keagungan-Mu, aku malu kepada keluargaku, dan aku khawatir mereka berubah pikiran tentang Islam!!”
            Setelah shalat Jum’at, ia terus beribadah hingga malam tiba.
            Sementara itu, ketika kaum muslimin (laki-lakinya) tengah melaksanakan shalat Jum’at, ada seseorang mengetuk pintu rumah tua di antara reruntuhan itu. Ketika istrinya membuka pintu, tampak seorang lelaki membawa nampan yang ditutupi sapu tangan bersulam benang emas, dan berkata, “Ambillah nampan ini, katakan kepada suamimu bahwa ini upahnya selama dua hari. Bila ia terus rajin bekerja, maka upahnya akan ditambah, apalagi pada hari Jum’at seperti ini. Amal yang sedikit pada hari ini artinya besar sekali di sisi Raja Yang Maha Perkasa!!”
            Sang istri mengambil nampan itu, yang ternyata berisi seribu dinar (yakni, uang emas). Ia mengambil satu dinar dan membawanya ke tempat penukaran uang milik seorang Nashrani. Sang Nashrani itu tampak terheran-heran dengan uang dinar yang tidak biasanya itu. Ia mencoba menimbangnya, ternyata beratnya dua kali dari uang dinar biasa. Ia mengamati dengan seksama ukirannya yang juga tidak biasa, mungkin ukiran akhirat. Ia berkata, “Dari manakah engkau memperoleh dinar ini?”
            Wanita itu menceritakan pengalamannya, termasuk ketika suaminya memutuskan untuk meninggalkan agama Majusi dan memeluk Islam. Mendengar ceritanya itu, sang Nashrani langsung memutuskan memeluk agama Islam, dan ia memberikan seratus dirham kepada wanita itu. Ia juga berkata, “Pakailah uang ini, kalau telah habis, datanglah lagi ke sini dan aku akan memberikan lagi sejumlah itu…!!”
            Dengan seratus dirham itu ia membeli bahan makanan dan memasak untuk keluarganya. Sang suami masih tetap di masjid dan terus beribadah seperti dua hari sebelumnya. Ketika malam tiba, ia beranjak pulang, tetapi kali ini ia membungkus pasir dengan sapu tangannya. Jika istrinya nanti bertanya, maka akan dijawabnya kalau bungkusan itu adalah tepung.
            Ketika memasuki pintu rumah, lelaki itu membaui makanan yang enak, maka buru-buru ia melemparkan bungkusan sapu tangannya itu, tetapi istrinya sempat mempergokinya. Ternyata memang telah tersedia makanan yang enak-enak, dan anak-anaknya juga telah kenyang serta riang gembira. Dengan keheranan ia menanyakan asal mula semua itu. Setelah sang istri menceritakan apa yang terjadi, termasuk sang Nashrani yang memeluk Islam karena ceritanya, ia langsung bersujud sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Sang istri berkata, “Apa yang engkau bawa itu?”
            Lelaki itu berkata, “Bukan apa-apa, jangan tanyakan hal itu!!”
            Tetapi sang istri tampak penasaran, maka ia mengambil bungkusan sapu tangan itu, dan setelah dibuka, ternyata benar-benar berisi tepung. Lagi-lagi lelaki itu bersujud syukur kepada Allah, dan setelah itu ia makin gencar dan giat beribadah kepada Allah pada hampir seluruh sisa hidupnya.

 Note:mu30

Keutamaan Berdzikr Kepada Allah

            Ada sekelompok malaikat yang sehari-harinya berkeliling menyusuri jalan-jalan di seluruh penjuru bumi. Mereka ini memang ditugaskan Allah untuk mencari majelis dzikr ataupun orang-orang yang sedang berdzikr kepada Allah, dan tetap tinggal di tempat itu selama dzikr masih berlangsung. Jika telah menemukannya, mereka akan berseru kepada para malaikat kelompoknya, “Kemarilah, di sini ada yang kalian cari!!”
            Maka mereka berkumpul di tempat itu sambil membentangkan sayapnya hingga mencapai langit dunia. Kemudian Allah akan berfirman kepada para malaikat itu, “Apakah yang sedang dicuapkan hamba-Ku itu??”
            Tentunya pertanyaan itu diberikan bukannya karena Allah tidak tahu, sungguh Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Tetapi pertanyaan itu diberikan kepada para malaikat sebagai pemuliaan kepada manusia, sekaligus pembuktian akan keutamaan manusia dibanding malaikat. Bukankah para malaikat sempat ‘memprotes’ Allah ketika akan menciptakan Nabi Adam AS sebagai manusia pertama, sekaligus sebagai khalifah di bumi (lihat QS Al Baqarah 30) ?
            Para malaikat itu menjawab, “Mereka mensucikan-Mu, membesarkan-Mu, memuji-Mu dan mengagungkan-Mu!!”
            Allah berfirman lagi, “Apakah mereka melihat Aku?”
            Para malaikat itu menjawab, “Demi Allah, mereka belum pernah melihat Engkau!!”
            Allah berfirman lagi, “Bagaimana jika mereka melihat Aku??”
            Para malaikat itu menjawab, “Seandainya mereka pernah melihat Engkau, tentulah mereka akan lebih giat beribadah kepada Engkau, lebih giat mengagungkan Engkau, lebih giat lagi mensucikan Engkau…!!”
            Allah berfirman lagi, “Apakah yang mereka minta?”
            Para malaikat itu menjawab, “Mereka meminta surga kepada Engkau!!”
            Allah berfirman, “Apakah mereka pernah melihat surga?”
            Para malaikat itu menjawab, “Demi Allah, mereka belum pernah melihatnya!!”
            Allah berfirman, “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat surga?”
            Para malaikat itu menjawab, “Seandainya mereka pernah melihatnya, tentulah mereka akan lebih semangat beribadah untuk mencapainya, lebih giat untuk memohonnya, dan mereka lebih sangat mengharapkannya!!”
            Allah berfirman lagi, “Dari apakah mereka berlindung diri?”
            Para malaikat itu menjawab, “Mereka berlindung diri dari api neraka!!”
            Allah berfirman, “Apakah mereka pernah melihat neraka?”
            Para malaikat itu menjawab, “Demi Allah, mereka belum pernah melihatnya!!”
            Allah berfirman, “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka?”
            Para malaikat itu menjawab, “Seandainya mereka pernah melihatnya, tentulah mereka akan lebih menjauhkan diri dari neraka itu, mereka akan lebih takut kepadanya!!”
            Akhirnya Allah berfirman, “Maka saksikanlah oleh kalian bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka itu!!”
            Salah satu dari malaikat itu berkata, “Ya Allah, dalam majelis itu ada seseorang yang tidak termasuk ahli dzikr (dalam riwayat lainnya : yang banyak berbuat dosa). Ia datang ke tempat itu hanya karena ada suatu kepentingan (sekedar lewat dan singgah)!!”
            Allah berfirman, “Mereka semua adalah termasuk ahli dzikr, tidak ada seorangpun yang duduk bersama mereka akan mendapatkan siksaan (celaka)!!”

Note:rs2-326